Malam gelap tanpa listrik. Sosok gadis kecil duduk di meja ruang keluarganya. Hanya ditemani sebuah lilin yang setia berdiri di hadapannya. Gadis itu terus dan terus menulis. Mengeluarkan semua ide yang ada dipikirannya.
Ia tinggal bersama ibu, ayah, dan seorang kakak perempuannya. Mereka sudah terbiasa hidup dalam kegelapan. Sudah sekian lama, kampung tempat tinggalnya belum juga dialiri listrik.
Sudah banyak cerpen yang ia tulis. Ingin sekali ia menjadi penulis cilik. Tapi cita – cita nya hanya setinggi tanah. Belum ada tempat untuk menyalurkan bakatnya.
Ayahnya seorang petani karet dan Ibunya seorang petani tebu. Kakaknya bekerja sebagai penjaga toko di Pasar Wage yang cukup jauh dari rumahnya.
Gadis ini adalah gadis yang beruntung karena ia memiliki kemampuan lebih. Padahal ia hanya lulus SD, tetapi dia bisa mengarang cerpen sebegitu banyaknya.
Jika ia ingin menulis cerpen, ia harus bekerja keras untuk mendapatkan pulpen dan kertas. Biasanya ia mendapatkan itu semua dengan membantu Mak Jus mengumpulkan sampah kertas.
Suatu ketika Gadis itu sedang membantu Mak Jus. Lalu ia menemukan sebuah majalah anak – anak dan dibukanya lembar demi lembar. Sesaat membuka halaman ke 10 dia menemukan sebuah hal menarik. Isinya tentang pengumuman perlombaan cerpen yang diadakan oleh Yayasan Pencari Bakat. Dan di baris terakhir tercatat Perlombaan akan dibuka kembali pada enam bulan mendatang.
Secara diam-diam gadis itu menyobek halaman itu. “hey, sedang apa kau?” Tanya Mak Jus curiga. “emm, sedang merapikan buku.” Gadis itu mencoba menyembunyikannya.
Hari sudah sore, gadis itu selesai membantu Mak Jus membereskan sampah kertasnya. “ini bayaranmu seperti biasa.” Ucap Mak Jus sambil memberikan sepuluh lembar kertas dan uang Rp 3000. “oh, terimakasih, Mak Jus. Kalau begitu aku pulang dulu.” Ucap si gadis. “ya.. hati-hati!” peringat Mak Jus .
Setelah mendapatkan kertas ia langsung menulis cerpen lagi. Orang tuanya sampai heran, “Hobi sekali dia menulis. Daripada uang untuk membeli barang-barang itu, belikan saja makanan.” Ucap ibu si gadis sambil melirikan matanya.
Hari demi hari , bulan demi bulan berlalu. Cerpennya semakin mbeludak. Si Gadis memang tidak pantang menyerah. Ia terus menulis cerpen.
Hari yang dinanti si Gadis pun tiba. Tapi ia bingung, bagaimana ia menuju ke tempat perlombaan. Sedangkan ia tak punya biaya. Dengan terpaksa si Gadis harus membantu Mak Jus terlebih dahulu.
“tumben kau datang ? biasa 3 atau 4 hari.” Mak Jus heran dengan anak buahnya itu. “emm, iya. Aku sedang butuh uang. Tolong dibantu ya..” Harap si Gadis itu. Mak Juspun mengangguk.
Akhirnya dia pun bisa berangkat ke tempat perlombaan. Tapi kali ini keberuntungan belum ditangannya. Dia harus menuju ke pangkalan angkot yang jauhnya tidak bisa dibayangkan. Memang, rumahnya itu jauh dari pusat kota. Dia harus berjalan selama hampir setengah jam untuk sampai di sana. Dia berharap ada jasa sepeda yang lewat. Jadi tidak terlalu lelah untuk sampai di pangkalan angkot. Tapi kembali lagi. Keberuntungan belum ditangannya. Terpaksa dia harus berjalan ke sana.
Si Gadis pun sampai di pangkalan angkot dan segera memasuki angkot jurusan Yinny, alamat yayasan berada. Dan ia pun menemukannya . ketika memasuki ruangan seleksi. Si Gadis itu hampir dikira pengemis tetapi setelah menunjukan hasil cerpennya, ia diperbilehkan untuk masuk.
“hai, apa kabar ? perkenalkan dirimu.” Sapa panitia perlombaan cerpen itu. Si Gadis pun tersenyum, “J ya, perkenalkan nama saya Almira. Saya datang dari desa Rainbow. Terima kasih.” Dia memperkenalkan dirinya dengan jelas. Panitia pun terkejut karena itu adalah desa yang jauh dari Yinny. Panitia pun mulai mewawancarai si Gadis, Almira. Dan panitia meminta Almira untuk memerlihatkan cerpen yang telah dibuat. “Wah, banyak sekali cerpenmu. Berapa lama kau menulisnya ? pasti kau anak yang cerdas, bisa mengarang sampai sebanyak ini.” Tanya panitia sekaligus memuji Almira. “ya, saya menulis semua cerpen itu sejak 8 bulan yang lalu.” Jawab Almira sambil tersenyum kepada panitia. “emm, kau murid mana ? dan apa kesibukanmu sekarang ?” tanya panitia sambil melihat-lihat cerpen Almira itu. “saya berhenti belajar setelah kelulusan kemarin. Dan saya sekarang membantu orang tua untuk memenuhi kehidupan.” Jelasnya sambil menundung dan memegangi tangannya. “oh, jadi kau sudah berhenti belajar? Dan kau itu masih sangat kecil untuk memikirkan tanggungan keluarga.” Jelas pantia kagum pada Almira. Panitia melihat-lihat semua isi cerpen Almira.
“emm, sepertinya cerpenmu banyak yang menarik. Baiklah, kami akan membacanya lebih lanjut. Dan kau bisa menunggu pengumumannya setelah 3 minggu. Oke, terima kasih karena telah berpartisipasi.” Panitia itu tersenyum dan sambil mempersilahkan Almira keluar ruangan dan berganti dengan peserta selanjutnya.
Dia pun memutuskan pulang ke rumah, karena memang di sana tidak ada yang mau diurus. Dan ia tinggal menunggu pengumuman 3 minggu ke depan. “haah.. lega. Akhirnya aku bisa diseleksi.” Ucapnya sambil berjalan menuju pangkalan angkot.
Sampai di rumah ia langsung mengerjakan pekerjaan rumah. tapi kali ini ia pulang terlambat. “dari mana saja ? kenapa baru sampai rumah ?” tanya Izie kakak perempuannya. “oh, emm, aku ? yaa seperti biasa aku membantu Mak Jus.” Jawab Almira sedikit gugup. “lama sekali ?” Izie pun penasaran. Karena adiknya itu belum pernah pulang terlambat. “emm, iya. Hari ini sedang banyak sampah.” Elak Almira, dan mencoba menyembunyikan dari Izie. “oh.” Jawab Izie singkat. Sesingkat dirinya mengelap piring yang telah dicucinya.
Tiga minggu pun usai. Dia segera menuju rumah Mak Jus untuk membantunya dan mendapatkan uang untuk pergi ke Yayasan Pencari Bakat. “hey, pagi sekali kau datang ?” tanya Mak Jus yang memang baru keluar dari kamar mandinya. “emm, ya. Aku sedang butuh uang” jawabnya sama dengan tiga minggu yang lalu. “hmm, baiklah.” Jawab Mak Jus sambil menarik nafas.
Akhirnya usai sudah ia membantu Mak Jus. Seperti tiga minggu yang lalu. Dia menuju ke pangkalan angkot. Tapi kali ini sepertinya dia sedang beruntung. Dia bertemu dengan jasa sepeda. “ehh tunggu-tunggu Cas. Minta tolong antarkan sampai ke pangkalan angkot ya.” Hadang Almira saat Ucas lewat di depannya. Ucas memang teman sebayanya yang sama seperti Almira. Tidak bisa melanjutkan ke jenjang selanjutnya, ya sama juga karena masalah ekonomi. “oh, hai Almira. Baik aku akan antarkan.” Jawab ucas sambil memegang rem.
Sesampainya di pangkalan angkot, Ucas bertanya “memangnya kau mau pergi kemana pagi-pagi benar?”. “yaa, aku sedang ada urusan mendadak untuk menemui Izie.”Almira kembali menutupi hal itu. “oh, begitu. Baiklah, hati-hati yaa.” Peringat Ucas sambil melambaikan tangannya kepada Almira yang sudah berada di dalam angkot.
Akhirnya Almira pun sampai di Yinny. “akhirnya, sampai juga di sini. Aku sudah tidak sabar menunggu. Semoga saja aku beruntung.” Katanya sambil berjalan menuju papan pengumuman.dan ketika sampai di sana, wajahnya berubah seketika. Di langsung menangis haru. Ternyata dialah pemenangnya. Dia mengucapkan beribu ribu rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan.
Berkat cerpennya yang berjudul ‘kehidupan rakyat kecil’ dia bisa memenangkan perlombaan cerpen untuk tingkat 15 tahun ke bawah. Panitia sangat bangga dengan isi cerpennya itu. Dan Almira memang sangat pantas intuk menjadi pemenangnya. Dan karna itu juga dia bisa menghidupi keluarganya dan melanjutkan sekolahnya ke jenjang berikutnya dari hasil penjualan cerpennya itu. Keluarganya pun tidak menyangka bahwa Almira adalah anak yang hebat.