Wednesday, 19 June 2013

Gadis Penulis Cerpen

            Malam gelap tanpa listrik. Sosok gadis kecil duduk di meja ruang keluarganya. Hanya ditemani sebuah lilin yang setia berdiri di hadapannya. Gadis itu terus dan terus menulis. Mengeluarkan semua ide yang ada dipikirannya.
            Ia tinggal bersama ibu, ayah, dan seorang kakak perempuannya. Mereka sudah terbiasa hidup dalam kegelapan. Sudah sekian lama, kampung tempat tinggalnya belum juga dialiri listrik.
            Sudah banyak cerpen yang ia tulis. Ingin sekali ia menjadi penulis cilik. Tapi cita – cita nya hanya setinggi tanah. Belum ada tempat untuk menyalurkan bakatnya.
            Ayahnya seorang petani karet dan Ibunya seorang petani tebu. Kakaknya bekerja sebagai penjaga toko di Pasar Wage yang cukup jauh dari rumahnya.
            Gadis ini adalah gadis yang beruntung karena ia memiliki kemampuan lebih. Padahal ia hanya lulus SD, tetapi dia bisa mengarang cerpen sebegitu banyaknya.
            Jika ia ingin menulis cerpen, ia harus bekerja keras untuk mendapatkan pulpen dan kertas. Biasanya ia mendapatkan itu semua dengan membantu Mak Jus mengumpulkan sampah kertas.
            Suatu ketika Gadis itu sedang membantu Mak Jus. Lalu ia menemukan sebuah majalah anak – anak dan dibukanya lembar demi lembar. Sesaat membuka halaman ke 10 dia menemukan sebuah hal menarik. Isinya tentang pengumuman perlombaan cerpen yang diadakan oleh Yayasan Pencari Bakat. Dan di baris terakhir tercatat Perlombaan akan dibuka kembali pada enam bulan mendatang.
            Secara diam-diam gadis itu menyobek halaman itu. “hey, sedang apa kau?” Tanya Mak Jus curiga. “emm, sedang merapikan buku.” Gadis itu mencoba menyembunyikannya.
            Hari sudah sore, gadis itu selesai membantu Mak Jus membereskan sampah kertasnya. “ini bayaranmu seperti biasa.” Ucap Mak Jus sambil memberikan sepuluh lembar kertas dan uang Rp 3000. “oh, terimakasih, Mak Jus. Kalau begitu aku pulang dulu.” Ucap si gadis. “ya.. hati-hati!” peringat Mak Jus .
             Setelah mendapatkan kertas ia langsung menulis cerpen lagi. Orang tuanya sampai heran, “Hobi sekali dia menulis. Daripada uang untuk membeli barang-barang itu, belikan saja makanan.” Ucap ibu si gadis sambil melirikan matanya.
            Hari demi hari , bulan demi bulan berlalu. Cerpennya semakin mbeludak. Si Gadis memang tidak pantang menyerah. Ia terus menulis cerpen.
            Hari yang dinanti si Gadis pun tiba. Tapi ia bingung, bagaimana ia menuju ke tempat perlombaan. Sedangkan ia tak punya biaya. Dengan terpaksa si Gadis harus membantu Mak Jus terlebih dahulu.
            “tumben kau datang ? biasa 3 atau 4 hari.” Mak Jus heran dengan anak buahnya itu. “emm, iya. Aku sedang butuh uang. Tolong dibantu ya..” Harap si Gadis itu. Mak Juspun mengangguk.
            Akhirnya dia pun bisa berangkat ke tempat perlombaan. Tapi kali ini keberuntungan belum ditangannya. Dia harus menuju ke pangkalan angkot yang jauhnya tidak bisa dibayangkan. Memang, rumahnya itu jauh dari pusat kota. Dia harus berjalan selama hampir setengah jam untuk sampai di sana. Dia berharap ada jasa sepeda yang lewat. Jadi tidak terlalu lelah untuk sampai di pangkalan angkot. Tapi kembali lagi. Keberuntungan belum ditangannya. Terpaksa dia harus berjalan ke sana.
            Si Gadis pun sampai di pangkalan angkot dan segera memasuki angkot jurusan Yinny, alamat yayasan berada. Dan ia pun menemukannya . ketika memasuki  ruangan seleksi. Si Gadis itu hampir dikira pengemis tetapi setelah menunjukan hasil cerpennya, ia diperbilehkan untuk masuk.
            “hai, apa kabar ? perkenalkan dirimu.” Sapa panitia perlombaan cerpen itu. Si Gadis pun tersenyum, “J ya, perkenalkan nama saya Almira. Saya datang dari desa Rainbow. Terima kasih.”  Dia memperkenalkan dirinya dengan jelas. Panitia pun terkejut karena itu adalah desa yang jauh dari Yinny. Panitia pun mulai mewawancarai si Gadis, Almira. Dan panitia meminta Almira untuk memerlihatkan cerpen yang telah dibuat. “Wah, banyak sekali cerpenmu. Berapa lama kau menulisnya ? pasti kau anak yang cerdas, bisa mengarang sampai sebanyak ini.” Tanya panitia sekaligus memuji Almira. “ya, saya menulis semua cerpen itu sejak 8 bulan yang lalu.” Jawab Almira sambil tersenyum kepada panitia. “emm, kau murid mana ? dan apa kesibukanmu sekarang ?” tanya panitia sambil melihat-lihat cerpen Almira itu. “saya berhenti belajar setelah kelulusan kemarin. Dan saya sekarang membantu orang tua untuk memenuhi kehidupan.” Jelasnya sambil menundung dan memegangi tangannya. “oh, jadi kau sudah berhenti belajar? Dan kau itu masih sangat kecil untuk memikirkan tanggungan keluarga.” Jelas pantia kagum pada Almira. Panitia melihat-lihat semua isi cerpen Almira.
            “emm, sepertinya cerpenmu banyak yang menarik. Baiklah, kami akan membacanya lebih lanjut. Dan kau bisa menunggu pengumumannya setelah 3 minggu. Oke, terima kasih karena telah berpartisipasi.” Panitia itu tersenyum dan sambil mempersilahkan Almira keluar ruangan dan berganti dengan peserta selanjutnya.
            Dia pun memutuskan pulang ke rumah, karena memang di sana tidak ada yang mau diurus. Dan ia tinggal menunggu pengumuman 3 minggu ke depan. “haah.. lega. Akhirnya aku bisa diseleksi.” Ucapnya sambil berjalan menuju pangkalan angkot.
            Sampai di rumah ia langsung mengerjakan pekerjaan rumah. tapi kali ini ia pulang terlambat. “dari mana saja ? kenapa baru sampai rumah ?” tanya Izie kakak perempuannya. “oh, emm, aku ? yaa seperti biasa aku membantu Mak Jus.” Jawab Almira sedikit gugup. “lama sekali ?” Izie pun penasaran. Karena adiknya itu belum pernah pulang terlambat. “emm, iya. Hari ini sedang banyak sampah.” Elak Almira, dan mencoba menyembunyikan dari Izie. “oh.” Jawab Izie singkat. Sesingkat dirinya mengelap piring yang telah dicucinya.
             Tiga minggu pun usai. Dia segera menuju rumah Mak Jus untuk membantunya dan mendapatkan uang untuk pergi ke Yayasan Pencari Bakat. “hey, pagi sekali kau datang ?” tanya Mak Jus yang memang baru keluar dari kamar mandinya. “emm, ya. Aku sedang butuh uang” jawabnya sama dengan tiga minggu yang lalu. “hmm, baiklah.” Jawab Mak Jus sambil menarik nafas.
             Akhirnya usai sudah ia membantu Mak Jus. Seperti tiga minggu yang lalu. Dia menuju ke pangkalan angkot. Tapi kali ini sepertinya dia sedang beruntung. Dia bertemu dengan jasa sepeda. “ehh tunggu-tunggu Cas. Minta tolong antarkan sampai ke pangkalan angkot ya.” Hadang Almira saat Ucas lewat di depannya. Ucas memang teman sebayanya yang sama seperti Almira. Tidak bisa melanjutkan ke jenjang  selanjutnya, ya sama juga karena masalah ekonomi. “oh, hai Almira. Baik aku akan antarkan.” Jawab ucas sambil memegang rem.
             Sesampainya di pangkalan angkot, Ucas bertanya “memangnya kau mau pergi kemana pagi-pagi benar?”. “yaa, aku sedang ada urusan mendadak untuk menemui Izie.”Almira kembali menutupi hal itu. “oh, begitu. Baiklah, hati-hati yaa.” Peringat Ucas sambil melambaikan tangannya kepada Almira yang sudah berada di dalam angkot.
            Akhirnya Almira pun sampai di Yinny. “akhirnya, sampai juga di sini. Aku sudah tidak sabar menunggu. Semoga saja aku beruntung.” Katanya sambil berjalan menuju papan pengumuman.dan ketika sampai di sana, wajahnya berubah seketika. Di langsung menangis haru. Ternyata dialah pemenangnya. Dia mengucapkan beribu ribu rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan.
            Berkat cerpennya yang berjudul ‘kehidupan rakyat kecil’ dia bisa memenangkan perlombaan cerpen untuk tingkat 15 tahun ke bawah. Panitia sangat bangga dengan isi cerpennya itu. Dan Almira memang sangat pantas intuk menjadi pemenangnya. Dan karna itu juga dia bisa menghidupi keluarganya dan melanjutkan sekolahnya ke jenjang berikutnya dari hasil penjualan cerpennya itu. Keluarganya pun tidak menyangka bahwa Almira adalah anak yang hebat.

Wednesday, 15 May 2013

Perjalanan Pensil Ajaib

            Pagi itu Nana sedang jalan – jalan pagi di sekitar taman rumahnya. Saat di depan pohon mangga Nana menemukan benda aneh. Dan ternyata benda itu adalah sebuah pensil. Diambilah oleh Nana.
            “pensil siapa ini?” gumamnya. Dibawalah pensil itu ke rumahnya. “sepertinya ini bukan pensil biasa?” sambil melihat bentuk pensil itu.
            Nana tidur lebih awal dari biasanya. Di tengah malam pensil itu hidup. Pensil itu bergerak dan bisa berbicara.
 Criiiingg.... “di mana aku ini?” tanya pensil itu pada dirinya sendiri. Pensil itu melihat ke arah Nana. “siapa dia?” sambil medekati Nana.
            Nana pun terbangun mendengar suara – suara itu. “khmm... huuaaam..” sambil menggeliat. “hei! Siapa kamu? Kenapa kamu ada di kamar ku.” Tanya Nana kaget. “aku juga tidak tahu. Kenapa aku bisa ada di sini.” Kata pensil ajaib itu.
“loo, kamu itukan pensil yang aku temuin tadi?” kata Nana bingung. “oo.. ternyata kamu yang membawaku kesini.” “kok pensil bisa ngomong?” Nana tambah bingung.
“Oiya kenalin nama ku Pena. Siapa namamu ?” tanya Pena pensil ajaib itu. Nana sedikit ragu untuk menjawab, “emmm.... na..nama ku Nana. Kalau boleh tau kamu berasal dari mana ?” .  “aku dari kota Hitam, yaitu kota sihir.” Jawab Pena lengkap. “Hah?! Kota sihir? Mana ada?” Nana semakin bingung. “iya, kota sihir..?” Pena meyakinkan Nana.
“Begini ceritanya....” Pena menceritakan semua tentang kota sihir dan pengalamannya untuk bisa sampai di pohon mangga itu.
“Awalnya aku hanya sebuah pensil biasa. Aku bisa menjadi seperti sekarang karena seorang pesulap muda, yang sedang mengadakan konser magic di Los Angeles. Dia menggunakan sebuah pensil yaitu aku, untuk bahan sulapnya. aku di sulap menjadi sebuah pensil ajaib.” Jelas pena, tentang dirinya. Ia melanjutkan ceritanya.
“Ketika konser itu selesai, si pesulap itu menaruh alat dan barang sulapnya di box hitamnya. Saat sedang di bereskan, aku jatuh dari meja karena tersenggol tangan si pesulap itu. Pesulap itu tidak menyadari, mengira barang bawaannya sudah masuk semua ke dalam box hitam itu.”
“Aku pun bingung, ada dimana aku sekarang. Aku sadar, ternyata aku bukan ada di kota hitam. Aku sedih sekali. Aku kesepian. Aku berjalan menjelajahi kota, negara bahkan benua. Karena kelelahan aku beristirahat di bawah pohon mangga. Dan akhirnya kamu menemukan ku.”
Sekarang Nana pun mengerti. “ooo... jadi kota Hitam (kota sihir) itu box hitam milik pesulap.” Pena menganggukan kepalanya sambil tersenyum. “lalu bagaimana aku mengembalikanmu? Los Angeles itu kan jauh sekali?” cemas Nana. “aku juga tidak tahu. Memang sekarang ini aku ada di mana?” Raut muka Pena berubah sedih. “sekarang kamu ada di Indonesia.” Jelas Nana, Pena semakin sedih. “aku tidak bisa pulang sendiri, aku kan tidak tahu jalan.” “emm, kalau kamu mau, kamu boleh kok tinggal di rumah ku dan menjadi temanku.” Ajak Nana.
Tanpa pikir panjang, Pena pun menyetujuinya. Akhirnya mereka menjadi teman baik.

Saturday, 11 May 2013

Imajinasi Ku Nyata

            Sore itu Kansa, Laras, dan Sania sedang duduk di teras rumah Laras. Mereka sedang menyeimbangkan otak kanan dan otak kiri mereka, dengan berimajinasi. Mereka sering melakukan hal itu.
            “huu, enaknya kalo otak ku brilian.” Kata Sania. “haa. Lebih enak lagi kalo jenius.”kata Kansa. “aah, itu sama aja intinya. Paling enak punya semuanya.” Kata Laras tegas. Mereka membayangkan semua itu.
“kalo aku jadi  brilian, pasti aku bakal terkenal di seluruh dunia karena prestasi ku.” Kata Sania sambil melihat ke langit – langit teras rumah Laras. Sania terus membayangkan hal itu akan terjadi  pada diirinya.
“kalo aku jadi jenius, aku akan menciptakan barang – barang yang belum pernah ada di dunia. Waah, alangkah senangnya...” Kata Sania sambil memegangi pipinya.
“huhuhu... kalo aku brilian dan jenius, aku bisa jadi ilmuwan. Dan aku terkenal di seluruh dunia.” Kata Laras sambil senyum – senyum sendiri.
“eits, tapi teman – teman, kita bisa kok mewujudkan cita – cita kita itu.” Kata Kansa percaya diri dan tersenyum. “ah masa sih?” tanya Sania tak percaya. “iya loh. Asalkan kita mau belajar bersungguh – sungguh.” Nasehat Kansa kepada teman – temannya. “ so pasti laaah, belajar itukan kunci kesuksesan.” Kata Laras tersenyum.
Karena sudah hampir maghrib, mereka bertiga pulang kerumah. Sampai rumah mereka mandi dilanjut belajar, agar bisa mewujudkan imajinasi mereka itu. Mereka selalu tekun belajar. Setiap ada perlombaan di sekolahannya, mereka selalu ikuti.
Sampai suatu saat, mereka menjadi juara internasional. Kansa menjadi juara I Mapel Bahasa Inggris. Sania juara I lomba OSN IPA. Dan Laras menjadi juara I Mapel Matematika. Wajah mereka sudah tidak asing lagi di koran. Hampir setiap tahun wajah mereka muncul di koran.
 Karena mereka sudah kelas IX SMP mereka berpisah, mereka masuk di SMA Negeri yang berbeda.
Beberapa tahun kemudian, imajinasi mereka menjadi kenyataan.  Mereka menjadi apa yang di imajinasikan saat di rumah Laras. Mereka bertemu saat sedang meeting bersama di suatu hotel berbintang.
Mereka sedang membicarakan tentang penciptaan “Roket”. Saat Laras dan Kansa berjabat tangan, sambil tersenyum. “Saya Laras.”perkenalan Laras. “dan saya Kansa.”Jawab Kansa. “looh, Kamu Laras?” tanya Kansa dengan penuh kerinduan. “iya, kamu Kansa ya? Ya ampun ngga nyangka ya, kamu udah berubah banget loh. Jadi pangling.” Jawab Laras, sambil duduk di ruang tamu hotel. “Ngga nyangka ya, ternyata imajinasi kita bisa jadi kenyataan.” Kata Kansa pada Laras. “iya.” Jawab Laras penuh keharuan.
Lalu 10 menit kemudian Sania datang menghampiri Laras dan Kansa. Karena Laras dan Kansa adalah teman bisnisnya. Sania tidak menyangka bahwa, teman bisnisnya itu adalah sahabat kecilnya dulu.
“emm, maaf saya agak terlambat.” Kata Sania yang belum menyadari bahwa yang di temuinya adalah kedua sahabatnya sendiri. “ oh iya, tidak papa silah...” belum selesai Laras mempersilahkan Sania duduk, Sania memotong perkataannya. “ Laras. Ini kamu?” kata Sania gembira. “Hah?! Kamu Sania? Kamu benar Sania.” Kata Laras senang. “Sania?! Ini aku Kansa. Masih ingat.” Kata Kansa sambil melihat ke arah Sania. “Ya ampun ini Kansa? Beda sekali wajahmu. Aku jadi pangling.” Kata Sania kagum.
Mereka tidak menyangka akan bersatu kembali. Memang jodoh itu tidak kemana. Setelah mereka melepas kerinduan. Mereka melanjutkan pembahasan tentang penciptaan roket tadi.

Sudah Jatuh, Tertimpa Tangga

        Memang dasar Bobby, siswa umur 13 tahun itu sangat jail. Di sekolah maupun di rumah sangat di benci, karena kejahilannya itu.
            Hari ini adalah hari minggu. Pagi itu, Jessi dan Stevanie sedang duduk – duduk di taman depan kompleks. Tiba – tiba Bobby datang diam – diam dan mengagetkan Jessi dan Stevanie. Bobby tertawa terbahak – bahak, melihat Stevanie kaget di sambung latah. “Bobby ganteng!” bobby datang dari belakang sambil menepuk pundak Stevanie. “eh, Bobby ganteng. Bobby ganteng. Booby ganteng. Eh.” Latah Stevanie. “ Bobby, ngapain sih, kasian tau Stevanie. Kalo jantungan gimana?” bentak Jessi. “biarin, emang gue pikirin. Wlee..” ejek Bobby sambil meninggalkan tempat tadi.
            Saat di tengah jalan Bobby melihat ada Terry sedang berjalan tergesa – gesa. Lalu Bobby melihat ada kulit pisang di tempat sampah jalan. Lalu dia mengambilnya, dan meletakkannya di jalan. Tiba – tiba ... shieeetttt.. gubrakk.. Terry pun terjatuh. “aduh, ssss. Sakit. Siapa sih yang buang kulit pisang sembarangan, dasar!” kesal Terry. Bobby tertawa terbahak – bahak, melihat Terry terjatuh. “huahahahahaha.” “ooh, ternyata kamu yang buang kulit pisang ini sembarangan.”kata Terry. “iya, emang kenapa? Mau protes?! Wlee. Rasain tuh.” Ejek Bobby sambil beranjak pergi.
            Sampai di rumah, Bobby masuk ke kamarnya untuk main game. Setelah puas main game, Bobby kembali main keluar rumah. Dia menuju ke lapangan voli untuk menjaili teman – temannya lagi. Setelah puas, ia pulang ke rumah untuk mandi.
            Pukul 6.30 ia berangkat ke sekolah bersama ayahnya. Sampai di sekolah, dia berencana akan menjaili Dodo, si kutu buku itu. Tetapi malah senjata makan tuan. Dia mengajak Dodo untuk makan Bakso di kantin. Saat Dodo sedang memesan minuman, Bobby menaruhkan sambal dan saus ke mangkuk bakso Dodo. Aksi itu di pergoki oleh Terry. Karena perlakuan Bobby terhadap Terry kemaren, Terry menukar mangkuk Bobby dengan mangkuk Dodo,  saat Bobby sedang membantu Dodo membawa minuman.
            “emm, Bob, tumben kamu baik sama aku.” Tanya Dodo, sambil membetulkan kacamatanya. “emm, engga. Anggap saja ini permintaan maaf ku, karena aku sudah sering jailin kamu.” Kibul Bobby pada Dodo.
            Saat makan, Bobby tersenyum sendiri. Hahaha, rasain lo. Mau aja gue kibulin. Kata nya dalam hati. Setelah selesai makan, Bobby merasa tidak enak perutnya. “hssss... hhuuamm... aduh. Aduh. Kok perut aku ngga enak yah?” kata Bobby kepedesan sambil memegangi perutnya. “kamu kenapa Bob?” tanya Dodo, kebingungan. “emm, ngga tau nih. Emm tunggu ya aku mau kebelakang dulu.” Katanya sambil berlari.
            Saat Bobby sedang di kamar mandi. Terry menceritkan semua yang terjadi pada Dodo. Dodo berterima kasih pada Terry karena sudah menukarnya.
            Bel pulang sekolah berbunyi. Bobby pulang di jemput ayahnya. Sampai di rumah di sendirian, karena ayahnya, setelah menjemput Bobby langsung pergi ke kantor, karena ada meeting.
            “aduh, perut ku kok bisa sakit ya. Padahal kan yang aku taruhin samba n saus punya Dodo. Emm, Apa jangan – jangan ada yang nuker. Hah sialan.” Keluh Bobby, sambil menutup puntu dan membanting tasnya di kasur. 
            Jam delapan malam, ayahnya pulang dari kantor dan marah – marah. “Bobby, apa yang kamu lakukan di sekolah. Malu – maluin saja!” Bentak Papanya sambil melepas dasinya. “loh, emang Bobby  salah apa ?” tanya Bobby. “ tadi bu Suci menelpon papa di kantor. Papa di kasih tau kalo nilai ulangan matematikamu dapet enol!” bentak papanya. “aah, emangnya kenapa si Pa? Itu kan nilai – nilai aku.” Jawab Bobby dengan santai. “kamu ini, keterklaluan. Mulai besok kamu harus berangkat naik sepeda, dan uang jajan kamu Papa kurangin.” Ke kaar meninggalkan Bobby. “tapi kan?” elak Bobby.
            Bobby masuk ke kamarnya. “hah,apes banget hari ini. Sudah Jatuh, Tertimpa Tangga pula.” Katanya sambil berbaring di kasur.
            Bobby sadar, atas semua yang di lakukan pada teman – temannya. Sekarang Bobby tidak lagi jail, dan meminta maaf kepada semua yang telah menjadi korban kejailan Bobby. Termasuk Jessi, Stevanie, Terry, dan Dodo.

Pengirim Rahasia

Sabtu pagi Zani di kejutkan dengan paket tanpa identitas di jendela kamarnya. Zani bingung. Bagaimana cara mengamankannya.  Zani mengira jika  itu adalah bom, seperti yang di tv – tv. Tapi ternyata, setelah di buka isinya boneka bear yang sangat lucu dan menggemaskan. Setelah di buka, Zani meletakannya di atas meja belajar.
            Zani hanya tinggal bersama kakaknya. Ayahnya sedang ada bisnis di luar negeri. Dan begitu juga dengan ibunya, yang sibuk akan kariernya di Tokyo.
            Zani berangkat ke sekolah. Ia bertemu Ciko, dan menanyakan soal paket misterius itu.  “ Cik, kamu yang ngirim paket ke rumah ku ya?” tanya Zani pada Ciko sahabatnya. “hah, paket? Paket apa? Engga.” Jawab Ciko yang duduk di sebelah Zani. Muka Ciko terlihat gugup. “kok aneh ya, emm kira – kira yang ngirim siapa ya?(melihat Ciko) kok gugup, ada apa?” heran Zani. “eh. Em. Ngga papa kok.” Jawab Ciko.
            Bel sekolah berbunyi. Kriingggg.. kriiinnggg.... “emm, Zan, aku duluan ya. Mau ada urusan” ucap Ciko sambil berlari. “eh, iya. Iya. (sambil melambaikan tangan) kok tumben yah, biasanya kalo pulang entar – entaran?” sambil berjalan menuju gerbang sekolah untuk menunggu jemputan datang.
            Sampai di rumah tiba – tiba..... “loh, kok ada paket lagi?” Zani bingung sambil membuka paket itu. Paket itu kembali di temukan di jendela kamarnya. Zani membuka perlahan paket tersebut. Setelah di buka, ternyata isinya sebuah gantungan kunci berbentuk bintang, yang di dalamnya bisa di pasang satu pasang foto. “hah, gantungan kunci? Aneh – aneh aja sih isi paketnya.” Sambil meletakan gantungan itu di atas meja belajar, di dekat boneka bear.
            Karena Zani penasaran dengan siapa pengirim paket itu. Akhirnya Zani membuat taktik strategi. Semalam suntuk ia mengutak – atik otak nya. Ceklekkk... tiba – tiba pintu terbuka. Zani yang sedang duduk di kasur kesayangannya itu terkejut. Ternyata itu Cuma kakak Zani “Zani, kok belum tidur?” tanya kakak Zani. “eh, emmm.. Zani banyak pr kak. Tadi Zani lupa belum di kerjain. Hehehe..” Ucapnya, yang seolah- olah, tidak ada masalah. “ooh, ya udah. Mending di lanjut besok aja. Nanti bisa – bisa di sekolah ketiduran loh.” Perintah kakak Zani, sambil menutup pintu kamar Zani. Akhirnya Zani pun tidur. Zani berencana akan menjalankan aksinya, besok pagi.
            Kukuruyukkkk..... pukul lima pagi ayam tetangga sudah berkokok, dan jam beker Zani pun sudah berdering. Yang artinya, Zani mulai menjalankan aksinya. Zani menuju kamar mandi untuk mandi, dan setelah itu beraksi. Setelah mandi ia tidur lagi, tapi itu hanya pura – pura tidur.
            Pukul 5.45,  Zani mulai melihat seperti ada orang di balik jendelanya. Zani menutupi tubuhnya dengan selimutnya, dan mengintip dari dalam selimut tadi. Dan ternyata si Ciko yang berada di situ. Sepertinya Ciko sedang menaruh sesuatu.
            Dugaan Zani benar. Zani menduga bahwa Ciko pengirimnya. Karena setiap pagi ia selalu berangkat lebih awal dari Zani. Dan setiap pulang, dia juga pulang lebih awal dari Zani. Tapi Zani bingung, apa maksud Ciko mengirim paket tersebut. Zani akan menanyakannya nanti di sekolah.
            Saat di sekolah, Zani melihat Ciko sedang duduk sendiri di depan kelas. Dan Zani mendekatinya. “Ciko, kamu sendirian. Nungguin siapa ?”tanya Zani sambil duduk di sebelah Ciko. “ngga nungguin siapa – siapa kok.” Jawabnya santai.
            “kamu masih belum mau ngaku juga?” Tiba – tiba Zani tanya sambil berdiri di depan Ciko. “apa maksudnya?” kata Ciko penasaran. “kamu kan, yang mengirim paket ke rumah ku ?” tanya Zani dengan suara lirih. Ciko terlihat kebingungan untuk menjawab. Muka Ciko pucat pasi.
            Akhirnya Ciko mengakuinya. “emm. Iya. Aku yang mengirimnya.” Katanya sedikit ragu. “untuk apa kamu mengirim semua paket itu?” tanya Zani seperti detektif saja. “emm begini, aku mengirim semua itu untuk kenang – kenangan, biar kamu ngga lupa sama aku.” Jelas Ciko. “kenang – kenangan?” Zani tambah bingung. “iya, emm, seminggu lagi aku akan pindah ikut ayah ku, ke Singapura. Sebenernya aku ingin memberikan semua paket itu atas nama ku. Tetapi aku takut, kamu tidak mau menerimanya. Aku mohon kamu jangan marah ya.” Mohon Ciko pada Zani. “hah, kamu akan pindah ke Singapura?” kata Zani kaget. “iya. Emm, aku mohon kamu menyimpan semua paket yang aku berikan itu.” Pinta Ciko. “baiklah sobat, aku akan menyimpannya. Aku pasti kan sangat merindukan mu Ciko.” Kata Zani sedikit terharu.
            Seminggu berlalu. Hari ini, hari minggu, hari keberangkatan Ciko ke Singapura. Zani sengaja bangun pagi untuk bisa ikut mengantar Ciko, sampai depan rumahnya. “Ciko, hati – hati ya di jalan.” Sedikit mengeluarkan air matanya. “iya, pasti.” Jawab Ciko sambil mengangguk dan tersenyum.
             Satu tahun berlalu. Zani sudah sangat merindukan sahabatnya itu. Zani mempunyai ide untuk berkirim surat dengan Ciko. Zani berharap Ciko masih ingat dengannya.

Musuh Jadi Teman :)

 Tett.. teettt.. bel berbunyi nyaring. Murid – murid berhamburan masuk ke kelas. Guru yang mengajarpun sudah memasuki kelas.
            “aduh..  gimana nih. Semoga belum di tutup deh.” Sambil mempercepat gerak sepedanya. Ciiiiittttt...... hampir pintu gerbang sekolah di tutup. Untungnya satpam memperbolehkan masuk.
            Gita segera memparkirkan sepedanya di tempat parkir belakang sekolah. Dengan tergesa – gesa. Gita berlari sambil memasukan kunci sepedanya ke saku rok nya. Tok.. tok.. tok.. Gita mengetuk pintu kelas dengan rasa cemas. Pelajaran pertama adalah pelajaran bu Desy. Guru yang terkenal paling galak di sekolah. “iya masuk.” Jawab bu Desy dengan suaranya yang lantang itu.
            Gita masuk dengan langkah kurang percaya diri. “ma.. maaf bu, saya terlambat.” Ucapnya gugup. Alvin temanya menertawakannya. “hahaha... pake mobil dong. Biar ngga terlambat. Wleee...” sambil menjulurkan lidahnya, seperti meledek Gita. “hiiih.. awas kamu yah!” bentaknya jengkel pada Alvin. “sudah.. sudah.. hei kamu Gita duduk sekarang. Sudah terlambat, bikin keributan pula.” Bentak bu Desy. Gita duduk ke tempat duduknya dengan muka tertunduk malu dan sedih.
            Bel istirahat berbunyi. Teett.. teeettt... semua murid kembali berhamburan keluar kelas. Gita dan Shany sahabatnya  pergi ke kantin untuk mengisi perutnya. “huuuh. Nyebelin banget tuh si Alvin. Maunya apa sih?!” curhat Gita sambil cemberut. “ya udah lah. Namanya aja orang kaya. Seenaknya sendiri!” Kesal Shany, menenangkan Gita sambil memesan makanan.  
            Gita pesan sepiring siomay, dan Shany memesan semangkuk bakso. Minumnya es teh. Mereka sedang membahas kejadian yang tadi di kelas.
            Blaggg.... tiba – tiba ada yang menggebrak meja, tempat Gita dan Shany makan. “heh! Minggir lo. Gue mo duduk di sini. Awas! Awas!” Usir Alvin dan teman – temannya  “heh.. heh.. heh.. ngapain lo. Cari tempat lain donk. Punya mata ngga sih. Masih banyak tuh!” Shany  jengkel atas penggusuran itu. “udah – udah Shan, ngga level yah cari masalah sama dia. Iiiuuu.” Olok Gita sambil membuang muka dan beranjak pergi dari tempat itu. “eh lo, jangan macem – macem lo. Awas lo pulang sekolah!” ancam Alvin pada Gita. “yee. Maaf aja yah, sayangnya aku ngga takut tuh sama ancaman kamu. Wlee.” Ejek Gita.
            Bel sekolah pun berbunyi, anak – anak berhamburan keluar dari kelas, untuk pulang ke rumah masing – masing. “ Git, aku duluan ya.” Sapa Shany pada Gita yang berpisah di depan kelas.
            Ketika Gita akan mengambil sepedanya. Tiba – tiba Alvin dan teman – tamnnya menghadang Gita di depan kelas 7C. “eits, mau kemana lo?” hadang Alvin dan mendorong Gita ke belakang. “apaan sih lo Vin, banci tau ngga. Beraninya sama perempuan.” Bentak Gita. “hah apa lo bilang. Lo bilang gue banci. Wah cari gara – gara nih.” Sambil melinting lengen bajunya. “awas, minggir. Gue mo pulang.” Sambil menyingkirkan Alvin dan teman – temannya. “mau lewat mana lu? Hahahaha” ejek Alvin. Rupanya dia ngga tau. Kan masih ada pintu barat. Hihihi.. wlee.. makan tuu.. hahaha.. batin Gita senang dan puas.
            Satu jam berlalu Alvin masih berdiri di tempat semula. “mana ni anak. Lama amat. Haha.. kayaknya dia takut sama kita.” Sambil melipat tangannya. Setelah beberapa jam berlalu, Alvin baru menyadari bahwa masih ada pintu barat. “hah, sial. Dia udah keluar lewat pintu barat.” Kata Alvin. “dari mana lo bisa tau.” Tanya Dodi, teman Alvin. “ya pasti lah. Lewat mana lagi. Masa udah jam segini dia ngga kluar –kluar. Udah deh kita pulang. Kita lanjut peperangannya besok!”
            “huh, untung aku ngga di apa – apain sama Alvin. Huu, dasar cowo aneh!” sambil mlepas sepatunya dan masuk ke kamar.
            Kali ini Gita tidak terlambat lagi. Tapi sayang saat di perjalanan, mobil Alvin sengaja menyiramkan kubangan air ke Gita. Baju Gita pun basah dan kotor. Shieeeerrhhhsss.... “ihh, gimana sih. Nyetir nggga pake mata. Jadi basah kan baju ku. Kotor pula. Huft, gimana nih?” sambil membersihkan.
            Sesampainya di sekolah. “loh Git, kamu kenapa ?” tanya Shany. “iya nih. Tadi tuh aku di jalan kesiram kubangan air.” Curhat Gita, dengan raut muka yang sedih. Lalu Gita bercerita semua yang terjadi pada dirinya, kepada Shany.
            Alvin dari kopsis masuk ke kelas, dan melihat Gita yang basah dan kotor itu. Sebenernya saat itu Alvin akan mengejeknya, tapi diliat – liat kasian banget si Gita. Alvin pun merasa iba. Lalu tiba – tiba membantu membersihkan bajunya dengan tisu yang ada di atas meja Shany. Gita kaget. “hah? Ngga salah? Lo bantuin gue? Lo waras ngga sih?” sambil memegang jidat Alvin. “hih apaan sih pegang – pegang. Masih baik gue bantuin.” Sambil meletakan tisu. “iya, iya, udah nyadar nih?” meledek Alvin. “Ah udah deh. Mau gue bantuin ngga ?”sambil membersihkan baju Gita. “ngga usah deh makasih.” Sambil beranjak duduk di bangku sebelah Shany.
            “Shan, Alvin kenapa ya? Tumben baik sama aku.”tatapan Gita penuh tanda tanya. “emm, ngga tau tuh.. ato jangan – jangan...” ledek shany. “jangan – jangan apanya ? jangan mikir yang ngga – ngga deh.” Sambil mengeluarkan buku.
            Saat  istirahat Alvin menghampiri Gita di kantin sekolah untuk meminta maaf. “Git, maaf ya, sebenernya tadi itu mobil aku. Tolong jangan marah yaa.” Pinta Alvin. “oh, mobil kamu ya. Huu dasar, untungnya aku baik. Ya ya.. aku maafin.”tersenyum manis.  “ekhem.. ekhemm.. perasaan ngga ada angin deh.” Ledek Shany. “hih, apaan si Shan, aku sama Alvin kan cuma temenan.” Ungkap Gita.  “hah, lo mau nganggep gue temen?” tanya Alvin. “dari dulu kalee, lo nya aja yang ngga nganngep gue.” Jawab Gita. “iya.. iya.. berarti sekarang kita bertiga BEST FRIEND donk ?” tanya Alvin “ya so pasti lah.” Jawab Gita dan Shany serempak. “hahahaha” tertawa bersama.
            Akhirnya Gita, Shany, Dan Alvin menjadi sahabat baik. “ BEST FRIEND!” 

The Fancy World

Seperti biasa sepulang sekolah, Vionna menata bukunya di rak buku. “huh, hari ini padet banget jadwalnya.” Keluh Vionna. Vionna turun kebawah menuju ke ruang keluarganya. Disana sudah ada Dinar sahabatnya. “kok murung, ada apa?” Tanya Dinar perhatian. Diam sejenak dan menjawab “ ngga papa kok, tadi jadwal ku padet banget.” Sambil duduk di dekat Dinar. “emm, apa bisa kita mulai sekarang ?” tanya Dinar penuh keceriaan. “siapp.” Tersenyum manis.
            Mereka menuju ke kamar Vionna. Mereka pergi ke ruangan rahasia di balik tembok lemari bajunya. Mereka berdiri didepan lemari baju Vionna “putar.” Dengan hanya mengucap satu kata tadi lemari berputar.
            Keluarga Vionna tidak pernah mengetahui keberadaan tempat itu. Vionna pun tidak tau lemari itu berasal darimana. Vionna dan Dinar mendekati sebuah meja dengan layar besar di depannya. Mereka mulai mengetik tempat tujuan yang mereka inginkan. Hari ini mereka ingin pergi ke dunia es krim. Dalam sekejap mata mereka sudah ada di sana.
            Mereka perlahan mengitari jalan – jalan di dunia es krim itu. Disana ada  bunga es krim , pohon es krim, kereta salju yang terbuat dari stik es krim, untuk berkeliling di dunia es krim tersebut. Di sana semua serba es krim. Sampai – sampai di sana ada sebuah rumah yang terbuat dari es krim. Semua benda yang ada di sana bisa dimakan. Dua makhluk aneh yang tubuhnya kecil menyerupai kurcaci, makhluk itu bernama Small Creature  menemani Vionna dan Dinar mengelilimgi dunia es krim. Mereka sangat ramah kepada Vionna dan Dinar.
            “bolehkah aku memetik daun es krim ini ?” tanya Dinar pada salah satu Small Creature itu. “semua yang ada disini, boleh kamu makan. Tapi dengan satu syarat, janganlah kamu serakah. Pilihlah 2 macam es krim saja.” Pesan Small Creatur tadi. “Oh baiklah, terima kasih.” Jawab Dinar, sambil tersanyum.
            Dinar mengambil daun dan pasir yang ada di dunia es krim itu. Sedangkan Vionna mengambil bunga dan ranting yang berjatuhan dari pohon di dunia es krim itu. Mereka saling mencoba es krim pilihan mereka. Es krim daun rasanya melon, es krim pasir rasanya mocca, es krim bunga rasanya kombinasi antara vanila dan blueberry, dan es krim ranting rasanya coklat.
            Mereka senang sekali bisa berkunjung di dunia es krim ini. “apa kau mau melihat sesuatu nak ?” tanya salah satu Small Creature itu. “ emm, ya, kami mau.” Jawab Vionna dan Dinar serempak.
            Mereka tiba di depan gerbang besar. Seketika itu pula gerbang membuka. Jegleeeeeeg.... musik mulai berbunyi. Vionna dan Dinar serasa sebagai tamu penting di dunia es krim itu.  Mereka tidak menyangka. Ternyata di dunia es krim ini ada kehidupan yang sangat luar biasa. Rakyat di sana bersorak sorai menyambut Vionna dan Dinar dengan lambaian dan tepuk tangan yang meriah.
            “waah, senang nya. Baru kali ini aku di sambut sampe segininya.”  Ucap Vionna terharu. “iya.. andai ini nyata. Wah pasti betah aku tinggal disini. Setiap hari makan es krim.” Perasan bangga Dinar terucap.
            Sepertinya mereka lupa waktu. Waktu mereka hanya tingga 10 menit lagi. “o.. oow.. sepertinya kita harus kembali.” Bisik Dinar pada Vionna.  “ooh, astaga, aku lupa. Terus gimana nih ?” cemas Vionna. “cepat kita ucapkan bersama berhenti satu, dua, tiga.” ...” aku minta BERHENTI.” Serempaknya Vionna da Dinar. Cliing..
            Dalam sekejap mata mereka telah kembali di ruang rahasia itu. “huuh, untung aja belum terlambat.” Cemas Vionna. “haa iya... huh.” Dinar cemas juga. “putar.” Ucap Vionna.
            Mereka tidak menyangka sudah jam setengah 6 sore. “hah, ya ampun. Kita kesorean. Huh pasti mama ku marah – marah. Hah gimana nih. Eh, aku pulang ya Na, daaah..” teriak Dinar sambil turun ke bawah dan pulang kerumah.